Indotama5, indotama, indo tama
Featured Posts
Tutorial Blogger
Tahfizhul Quran
Bisnis Online
Buat Web
Recent Articles

Sukses di Usaha Madu

Terinspirasi Program Wirausaha Mandiri yang dikelolanya di sebuah stasiun TV, seorang produser akhirnya menekuni bisnis madu. Ia pun berusaha keluar dari zona aman menjadi karyawan yang dijalaninya sejak 2001.

Oleh Dwi Hardianto

Sejak awal peradaban manusia, madu dikenal sebagai produk perlebahan terpopular. Madu pun dimanfaatkan manusia sebagi obat, makanan, perawatan kecantikan, bumbu penyedap rasa, hingga balsam mumi. Bahkan, hampir semua kitab suci agama-agama besar memuat keistimewaan madu. Salah satunya:“… dari perut lebah itu keluarlah minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia …” (QS an-Nahl 68–69).
Sayangnya, kemurnian madu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, saat ini seperti menjadi barang langka yang mahal harganya. Padahal, peternakan lebah sebagai sumber utama madu, cukup banyak di negeri ini. Belum lagi dengan lebah liar atau lebah hutan yang juga menghasilkan madu, sebenarnya masih kita temukan di berbagai daerah di negeri ini. Tapi sekali lagi, madu murni menjadi barang langka. Jika pun ada harganya selangit.
Tapi kini, para pecinta madu murni tak lagi kelimpungan berburu madu ke berbagai daerah. Pasalnya, di Jl Dr Cipto Mangunkusumo alias Jl H Mencong, Ciledug, Tangerang, telah berdiri “Rumah Madu”. Ini adalah kios yang menyediakan aneka jenis madu murni dengan harga terjangkau. Kios ini menyediakan 15 varian madu murni yang dikemas dalam dua pilihan: ukuran 290 ml dan 700 ml. Pemiliknya adalah Tristanto Afiarnas (30 th), seorang produser di sebuah stasiun TV nasional.
Kenapa seorang produser TV akhirnya menekuni bisnis madu? Kepada Sabili, pria gempal berambut cepak yang akrab dipanggil Arnez ini mengatakan, awalnya tak sengaja. Ia yang telah malang melintang sejak 2001 pada berbagai program televisi ini, 2009 lalu dipercaya mengerjakan Program Wirausaha Mandiri selama 36 episode. “Program ini mengupas kewirausahaan anak-anak muda, mandiri, dan sukses. Semuanya berumur di bawah 30 tahun. Mereka memiliki slogan, jika Anda bisa saya pun pasti bisa, sehingga membekas dalam benak saya,” tuturnya.
Apalagi, ia, istri, dan anak-anaknya adalah peminum madu sejak lama. Tiap kali membeli antara 2 sampai 3 botol dari merek terkenal dengan harga relatif mahal. Pada sekitar Desember 2009, ia berkunjung ke rumah saudara di Jawa. Di sana, Arnez diajak ke produsen madu murni, yang berani menjamin keaslian dan kualitasnya. Tapi harganya relatif lebih murah dibanding merek-merek ternama. “Setelah di lokasi, saya membuktikan harganya benar-benar murah. Saya pun membeli sekitar 6 kg untuk konsumsi sendiri,” jelas alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta ini.
Setelah dikonsumsi selama 3 bulan, madu itu pun habis. Arnez dan istri, kembali berburu madu murni, berkualitas tinggi, dengan harga terjangkau, di sekitar Ciledug dan Jakarta Selatan. Tapi hasilnya nihil. Dari sinilah, ia berpikir untuk membuka toko madu sendiri dengan mendatangkan madu dari Jawa. “Akhirnya, pada Februari 2010, saya mulai membuka toko madu. Saat itu, yang ada dalam pikiran saya, peminat madu pasti banyak, apalagi madu murni dengan kualitas terjamin, harga lebih murah, dan pilihan variannya cukup banyak,” ujarnya optimis.
Dengan modal awal sekitar Rp 35 juta, Arnez pun mendobrak kebiasaan karyawan yang cenderung merasa aman dalam lingkaran coverson, karena tiap bulan telah menerima gaji rutin dan tunjangan. Investasi ini ia gunakan untuk membeli bahan baku, sewa kios, beli etalase, ongkos desain botol dan merek, membeli botol, dan lainnya.
Keseriusan Arnez dalam merintis bisnis madu juga terlihat dari pilihan kemasan, desain merek, hingga desain toko. Untuk kemasan misalnya, ia mendesain terlebih dulu model botol yang diinginkan, sehingga dua jenis kemasan Rumah Madu ini memiliki ciri khas yang tidak dimiliki merek madu lain. Demikian juga dengan merek “Rumah Madu”, didesain khusus agar terlihat berkelas, menarik, dan tidak murahan. Botol yang digunakan pun khusus untuk makanan yang memiliki standar internasional, meski harganya lebih mahal.
“Bagi saya, ini tak menjadi masalah karena saya benar-benar ingin menghadirkan madu yang berkualitas, dengan desain berkelas, tidak terkesan murahan, tapi harganya relatif murah dibanding merek-merek terkenal. Apalagi, banyak juga produsen madu yang mengemas produknya dengan botol bekas sirup, seperti Marjan, ABC, dan lainnya. Saya sering memperhatikan kemasan madu yang dijual, coba saja perhatikan bagian bawahnya,” katanya menyarankan.
Bahkan, untuk desain toko mungilnya itu, Arnez memasang kata-kata unik yang mencolok. Dengan perpaduan warna kuning keemasan, orange, hitam, dan putih, toko yang terletak persis di pertigaan Jl Cipto Mangunkusomo alias Jl H Mencong, Ciledug ini dilengkapi dengan backdrop bertuliskan: “Awas Licin Banyak Madu.” Praktis, siapa pun yang memacuki pertigaan H Mencong dijamin melihat backdrop itu, setidaknya melirik sambil tersenyum, “Toko itu unik dan inspiratif,” gumamnya.
Berbekal kreatifitas dan semangat pantang menyerah inilah Arnez kini mulai menikmati jerih payahnya. Pada bulan pertama saja, omset penjualan mencapai Rp 6,5 juta. Omset ini tiap bulan terus mengalami kenaikan. Dan, terakhir, per Juni lalu omset dari tokonya itu menembus Rp 16,5 juta. “Alhamdulillah, ternyata respon pembeli cukup antusias. Banyak juga orang yang datang ke saya untuk menjualnya lagi, bahkan ada yang membeli dalam partai besar untuk dikemas sendiri, diberi merek sendiri, dan dipasarkan ke pasar modern seperti Carefour, Giant, dan lainnya,” terangnya.
Meski begitu, ia mengaku target penjualannya belum terlampaui. Ia menargetkan Rp 650 ribu per hari atau sekitar Rp 20 juta per bulan. Sekarang penjualan per hari antara Rp 500–600 ribu. Menurutnya, target ia tetapkan untuk memacu dirinya dan karyawan agar penjualannya terus meningkat. Jika target harian dan bulanan terpenuhi, ia akan memberikan bonus pada karyawan. ”Insya Allah, dengan melihat tren-nya saya optimis dalam dua sampai tiga bulan ke depan akan melampau target,” tandasnya. Apalagi, dalam waktu dekat, Rumah Madu akan membuka cabang di kawasan Ciputat.
Apalagi, harga produk Rumah Madu sangat kompetitif, sehingga peluang dan potensinya masih cukup besar. Contohnya, Madu Kelengkeng Super (Royal Jelly dan Bee Pollen) dari merek terkenal harganya mencapai Rp 86 ribu untuk ukuran 650 ml. Sedangkan produk Rumah Madu untuk jenis yang sama harganya hanya Rp 63 ribu dengan ukuran 70 ml. Contoh lain, Madu Sumbawa Super (Royal Jelly dan Bee Pollen) ukuran 70 ml made inRumah Madu juga hanya Rp 63 ribu. Sedangkan merek lainnya bisa mencapai Rp 90 ribu.
Untuk mengembangkan bisnis ini, Arnez pun berobsesi menjadikan Rumah Madu menjadi bisnis waralaba alias franchise. Tapi untuk menuju ke arah itu, ia akan mempersiapkan terlebih dulu, mulai dari jaminan ketersediaan bahan baku, jaminan kualitas produk, sistem, dan manajemen. ”Jangan sampai setelah di-franchise-kan justru jatuh, sehingga mengajak orang lain ikut jatuh. Makanya, dukungan sistem akan saya siapkan terlebih dulu,” ungkapnya.
Pertanyaan selanjutnya, apakah kesuksesan ini berjalan dengan sendirinya? Ternyata tidak. Sebelum Arnez mengembangkan Rumah Madu, ia sempat menjalankan franchise Pempek Palembang dari merek tertentu di dua tempat berbeda. Ia membuka usaha ini awal 2009 dengan investasi sekitar Rp 4 juta. Yang pertama berjalan sekitar 3 bulan, tapi akhirnya tutup karena sepinya pembeli. Ia pun membuka lagi usaha yang sama di tempat berbeda, tapi lagi-lagi gagal, hanya dalam tempo 3 bulan harus ditutup lagi karena sepinya peminat.
Itulah pengalaman pertama Arnez dengan dunia wirausaha. Meski gagal, ia tak menyesalinya karena kegagalan adalah pengalaman terbaik. Ia pun memaknainya bukan sebagai kegagalan. Dari bisnis pempek inilah ia banyak belajar. Setidaknya ia memperoleh pengalaman bahwa jika akan membuka usaha jenis ini minimal harus memperhatikan tiga hal. Pertama, pemilihan tempat harus tepat. Kedua, usahakan ada survei pasar.Ketiga, seberapa besar permintaan konsumen terhadap barang yang akan kita jual. ”Tadinya, saya pikir bisnisfranchise pasti jalan dan menguntungkan, ternyata nggak menjamin. Tapi sekali lagi dengan Rp 4 juta itu saya memperoleh banyak ilmu,” pungkasnya.

Sumber : Sabili.co.id

Bookmark and Share
Share and Enjoy:

0 komentar for this post

Leave a reply

Berlangganan Artikel
Dapatkan Update Solahudin Blog dengan Cepat dan Tepat
Silahkan Bergabung di Sini!

Masukkan Alamat Email Anda:


Your information will not be shared. Ever.
Sponsors
siteknozidduindotama
Software Pemasang IklanPulsaGratisAdsense Indonesia
Recent Stories
Mau Ngobrol? Di sini aja...
Find Me
Follow SpicyTricks on Twitter. Only interesting tweets are shared
Subscribe and join my readers to keep up-to-date Issue in Feedburner

Join delicious readers to promote this site

Komentar Terbaru
Tag Cloud